Minimal Kamu Harus ke Telaga Merdada

Wisata telaga di Dieng adalah salah satu destinasi yang menarik banyak pengunjung setiap tahunnya. Meski ada lebih dari tiga telaga di Dieng, mayoritas orang hanya mengenal Telaga Warna. Hal ini tentu menyebabkan popularitas telaga yang lain tidak terlalu diminati, sehingga fasilitas umum yang dibangun pun rusak karena tidak terpakai.

Padahal, ada, lho, telaga yang pemandangannya jauh lebih menarik dari Telaga Warna. Ya, salah satu telaga itu adalah Telaga Merdada. Namanya mungkin terdengar asing. Tetapi, telaga ini jadi sumber pengairan bagi masyarakat di sekitarnya.

Telaga Merdada terletak di Desa Karangtengah, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara. Telaga ini digadang-gadang sebagai Ranu Kumbolonya Dieng. Selain itu, Telaga Merdada merupakan telaga terluas di Dieng dan tidak memiliki sumber mata air. Jadi, seluruh air yang ada di telaga ini merupakan tampungan dari air hujan yang turun selama musim penghujan.

Memiliki luas hingga 25 hektare, telaga ini dikelilingi oleh Bukit Pangonan dan Bukit Semurup–atau yang lebih dikenal dengan sebutan Reco Gede. Jika dilihat dari atas, kaki kedua bukit ini membentuk sebuah cekungan serupa mangkuk raksasa. Cekungan ini tidak memiliki lajur sumber air ataupun lajur sungai di sekitarnya. Oleh karena itu, air hujan yang turun sejak ratusan tahun lalu terjebak di cekungan ini dan terbentuklah telaga.

Di sekitar telaga ini, terdapat lahan pertanian warga yang tersusun rapi. Di beberapa tepian telaga ini juga terdapat pompa air yang digunakan untuk mengairi ladang. Meskipun air telaga ini telah lama digunakan untuk mengairi ladang, volume airnya hampir tidak pernah berkurang, mengingat intensitas hujan di Dieng cukup tinggi. Meski begitu, di musim panas, batas tepian telaga ini akan menurun dibandingkan kala musim penghujan.

Bukan Dieng namanya kalau setiap tempat wisata tidak diselimuti legenda. Begitu pula telaga ini. 

Menurut salah satu legenda yang beredar, Telaga Merdada adalah bagian bawah senjata Cupu Manik Astagina milik Batara Surya. Senjata itu diberikan Batara Surya kepada Dewi Indradi sebagai bentuk cintanya. Namun, karena cinta mereka terlarang dan senjata itu menjadi rebutan bagi anak-anak Dewi Indradi, senjata itu dibuang oleh Resi Gautama, suami Dewi Indradi,. Saat dibuang, Cupu Manik Astagina terbelah menjadi beberapa bagian. Bagian bawahnya menghantam gunung hingga terbentuk lubang di tengahnya, yang kemudian menjadi Telaga Merdada. Sedangkan, bagian atasnya menghantam semak di hutan dan membentuk Telaga Dringo. Lalu, bagian tengahnya menancap pada Dewi Indradi yang kemudian dikutuk menjadi sebuah tugu.

Pada tahun 1950–1998, di sekitar telaga ini dijadikan tempat pembibitan jamur oleh PT Dieng Jaya. Namun, setelah masa pailit perusahaan tersebut, tempat pembibitannya ditutup dan terbengkalai hingga saat ini. Ini juga sejalan dengan fasilitas umum yang ada di Telaga Merdada. Dahulu, orang yang mengunjungi tempat pembibitan PT Dieng Jaya ini juga akan berwisata ke Telaga Merdada. Seiring tutupnya perusahaan tersebut beserta asetnya, Telaga Merdada tidak lagi menjadi pilihan wisata bagi mayoritas pengunjung di Dieng. Oleh karena itu, hampir seluruh fasilitas umum yang ada di tempat ini pun rusak karena ditinggalkan pengelolanya.

Kabar baiknya, di tahun 2020, pemerintah setempat telah merenovasi fasilitas umum di sekitar Telaga Merdada. Jadi, telaga ini sudah bisa dikunjungi lagi oleh wisatawan. Dengan membayar tiket masuk seharga Rp5.000,00 per orang, pengunjung bisa menikmati berwisata di telaga ini.

Selain menikmati keindahan alamnya, pengunjung juga bisa berkeliling telaga menggunakan perahu yang disewakan. Jika beruntung, pengunjung juga bisa ikut warga memancing di sekitar telaga ini, lho. Di telaga ini, pengunjung juga bisa menikmati sunset dan menikmati bekal makan siang bersama teman dan keluarga. 

Dan masih banyak lagi kegiatan yang bisa dilakukan di Telaga Merdada.

Tertarik berkunjung?

Penulis: Yosi Basuki

Booking on :