Mengenal Mondrengan, Rumput Liar Kesukaan Warga Dieng

Saya yakin, masih sedikit orang yang mengenal mondrengan. 

Ini adalah tanaman rerumputan yang banyak tumbuh liar di tanah lembap sekitar 1.900 mdpl. Terdapat banyak sebutan untuk tanaman spesies Galinsoga parviflora ini. Ada yang menyebutnya loseh, balinggang, rumput kuning, balaketut, joletos, jukut loseh untuk– sebutan di wilayah Sunda), bribil, kuningan, mondreng, atau Pakelele–sebutan di sebagian besar wilayah Jawa Tengah hingga Jawa Timur.

Tanaman asal Peru ini dibawa ke Kew Gardens di Inggris pada tahun 1796. Selanjutnya, tanaman ini dikenal dengan sebutan kew weed dan menyebar di alam liar sekitar Inggris Raya hingga Irlandia. Nama ilmiahnya diberikan oleh seorang ahli botani asal Spanyol bernama Ignacio Mariano Martinez de Galinsoga. Nama spesies parviflora merujuk pada arti ‘memiliki bunga kecil’ sesuai dengan karakter tanamannya. Di beberapa daerah, tanaman ini menjadi gulma perkebunan, seperti gandum, jagung, kapas, tembakau, bit, dan lada.

Mondrengan lebih banyak ditemukan di daerah dataran tinggi dengan ketinggian 1.900 mdpl. Tanaman ini lebih menyukai tanah lembap dan terkena cahaya matahari langsung. Umumnya, mondrengan dapat ditemukan di hutan, pinggir sungai, dan pinggir jalan. Untuk mengenali tanaman ini, dapat dilihat dari daunnya yang tunggal, tersusun saling berhadapan, berbentuk bulat telur dengan ujung meruncing, tepi bergerigi, besar daunnya seperti tangan bayi atau setengah luas tangan orang dewasa. Bunganya banyak dan berwarna putih dengan bunga kuning tubular di bagian tengah, setiap kuntumnya tumbuh di tangkai aksiliaris yang panjang. Tanaman mondrengan juga memiliki buah dan biji. Buahnya berwarna cokelat kehitaman dengan satu biji di dalamnya, dan setiap bijinya berbentuk oval dengan tiga sisi yang juga berbulu halus. Mondrengan dapat dibudidayakan menggunakan bijinya.

Sekalipun tanaman ini terkenal sebagai salah satu rerumputan liar, terdapat segudang manfaat yang terkandung di dalamnya. Mondrengan mengandung flavonoid (patulitrin, quercimeritrin, quercitagetrin), diterpenoid, asam kafeik, steroid, fenolik, saponin, polifenol, cafffeoyl, aromatic ester. Oleh karena itu, mondrengan bermanfaat untuk mengobati bekas gigitan serangga, kulit gatal-gatal, kulit melepuh, batuk, demam, flu, antiaskorbat, menghentikan pendarahan, meringankan sakit gigi, peluruh air seni, antibakteri, dan antioksidan.

Nah, di Dieng, masyarakat setempat biasanya memanfaatkan tanaman ini untuk variasi masakan sehari-hari. Umumnya, masyarakat Dieng mengolah mondrengan dengan bumbu sayur bobor. Namun, tanaman mondrengan tidak dijual di pasar sekitar Dieng. Masyarakat yang ingin memasak tanaman ini akan memetik langsung di sekitar kawasan rumahnya. Sayangnya, belum ada tempat makan yang menjual olahan mondrengan ini setiap hari. Salah satu penjual yang kami temui, Mak Asih, sempat menjual mondrengan suatu hari untuk menggantikan varian sayur bobor daun labu siam yang biasanya dijual.

Menurut penuturan Mak Asih, sekalipun mondrengan mudah didapatkan, tidak semua orang menggemari sayuran ini. Terlebih, kondisi tanah Dieng yang saat ini menurun kualitasnya membuat tanaman ini jarang diambil untuk menjaga kelembapan tanah di sekitarnya.

Mungkin, sudah saatnya ada petani yang membudidayakan tanaman ini sebagai variasi hasil panen. Mungkin saja….

Sumber: https://www.socfindoconservation.co.id/plant/614

Penulis: Yosi Basuki

Booking on :