Di Dieng, wisata candi apa cuma Candi Arjuna? Tidak, dong.
Masih ada banyak candi yang bisa dikunjungi di Dieng. Salah satunya Candi Dwarawati.
Mungkin masih sedikit yang mengenal candi ini. Mayoritas yang mengetahui candi ini adalah para pendaki Gunung Prau yang melewati basecamp Dwarawati. Karena jalur ini cukup landai dan memiliki pemandangan yang akan memukau siapa pun.
Sedikitnya wisatawan yang berkunjung ke tempat ini, membuat pembatas sekitar candi hanya berupa pagar pendek tanpa gembok. Tidak ada loket tiket masuk di sekitar kawasan ini, sehingga kamu dapat mengunjungi candi ini tanpa batas waktu.
Di beberapa media, candi ini menjadi sorotan karena letaknya yang terpencil di atas bukit, jauh dari keramaian wisata Dieng. Ya, Candi Dwarawati terletak di Desa Dieng Kulon. Tepatnya, di kaki Gunung Prau dan berjarak 1 kilometer dari pemukiman warga. Dari kawasan candi ini, pengunjung bisa melihat hamparan ladang pertanian warga yang cukup luas bergandengan dengan bukit dan gunung di Dieng. Letaknya yang berjarak dari pemukiman ini memungkinkan pengunjung untuk dapat merasakan ketenangan dan relaksasi.
Karena pamornya yang tidak sebesar Candi Arjuna, di sekitar kawasan candi ini juga tidak tersedia tempat parkir. Jika menggunakan mobil, pengunjung disarankan untuk memarkirkan kendaraan di pinggir jalan atau area lapang terdekat dan berjalan kaki menuju candi ini.
Jika memutuskan untuk berkunjung ke Candi Dwarawati, bersiaplah untuk terkesima dengan ketenangan suasana di sini.
Candi yang diperkirakan dibangun pada abad 8–9 Masehi ini merupakan satu-satunya candi yang diberi nama di luar epos Mahabharata. Nama Dwarawati merujuk pada nama ibu kota Kota Dwarata di India. Dinamakan demikian karena bentuk candi ini mirip dengan beberapa candi di wilayah tersebut.
Sumber lain menyebutkan, nama Dwarawati terinspirasi dari nama Kerajaan Dwarata yang didirikan oleh Prabu Kresna, yang juga penasihat Pandawa. Candi ini dibangun untuk dipersembahkan pada Dewi Uma, salah satu dewi umat Hindu yang melambangkan kesuburan dan kemakmuran.
Candi Dwarawati ditemukan pada masa penjajahan Belanda tempo dahulu. Saat itu, ditemukan empat bangunan candi yang letaknya berdekatan. Namun, bangunan Candi Dwarawati tampak lebih utuh dibandingkan tiga candi lainnya. Tiga candi tersebut adalah Candi Pandu, Candi Margasari, dan Candi Parikesit. Di sekitar Candi Dwarawati ini terdapat reruntuhan batu candi yang disinyalir merupakan bagian dari ketiga candi tersebut.
Saat ditemukan, bangunan Candi Dwarawati ini sudah tidak memiliki bagian kemuncak. Bagian kala atau hiasan di atas pintu masuk candi pun sedikit terpotong. Dengan begitu, belum dapat dipastikan bentuk utuh dari candi ini.
Di bagian luar dinding Candi Dwarawati terdapat relung-relung tempat meletakkan arca. Arca tersebut di antaranya adalah arca Dewi Durga, Ganesha, dan Agastya. Ketiga arca ini beserta batu reruntuhan di sekitar Candi Dwarawati kini dapat dilihat di Museum Kailasa. Ini dilakukan mengingat minimnya penjagaan di sekitar Candi Dwarawati.
Dirangkum dari beberapa sumber, Candi Dwarawati merupakan salah satu tempat ibadah umat Hindu dan pemujaan terhadap Trimurti. Oleh karena itu, terdapat beberapa alur yang perlu dilakukan untuk memulai pemujaan di candi ini.
Candi Dwarawati termasuk salah satu candi tertua di Dieng dengan ukuran yang cukup kecil. Hanya seluas 4×5 meter dengan susunan batu andesit cukup rapi tanpa perekat. Selain itu, relief yang terukir di candi ini menceritakan epos Ramayana dan Krishnayana.
Jika dirangkum dari proses penamaan dan kisah yang terukir pada relief candi, bisa dipahami saat masyarakat sekitar meyakini bahwa candi Dwarawati adalah sahabat para petani. Candi ini seolah mengawasi ladang pertanian di sekitarnya agar tetap subur dan menyejahterakan masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari hasil bumi di Dieng.
Selain legenda tentang rambut gimbal, cerita yang menyelimuti Candi Dwarawati ini juga menjadi salah satu kepercayaan spiritual yang diyakini masyarakat Dieng.