Nandur Dulur #9: Wahyu, Pemuda Pegiat Lengger di Dieng

Jika kamu berkunjung ke Dieng, rasanya tidak asing dengan sajian kuliner dan pemandangan hijau yang membentang di sekitar dataran ini. Selain dua hal itu, Dieng juga terbentuk dari sebuah prinsip utama yang membentuk kebudayaan khas dataran tinggi. Salah satu di antara bentuk kebudayaan yang bisa kamu jumpai di sini adalah tarian tradisional yang dinamai tari lengger.

Tarian rakyat yang banyak dijumpai di wilayah Banyumas-Kedu ini merupakan tarian rakyat yang juga digunakan untuk penyebaran agama Islam pada masa Sunan Kalijaga. Dari banyaknya legenda dan cerita yang melingkupi sejarah tarian ini, Dieng adalah salah satu wilayah yang menggunakan tarian ini tidak hanya untuk pertunjukan, tetapi juga untuk pengantar ritual adat.

Tari lengger dapat dengan mudah ditemukan pertunjukannya di Dieng kala bulan Syawal hingga bulan Mulud. Meskipun begitu, tidak jarang tari lengger juga ditemukan di bulan-bulan lainnya dengan intensitas pertunjukan yang lebih jarang dari Syawal hingga Mulud tadi. Di kisaran bulan ini, masyarakat Dieng sedang dalam masa persiapan menuju Idulfitri dan Iduladha. Oleh karena itu, sebagai simbol kemenangan, pertunjukan tari lengger diadakan untuk memeriahkan. Selain itu, di kisaran bulan yang sama, terdapat ritual pemotongan rambut gimbal massal yang bertepatan dengan acara Dieng Culture Festival. Tari lengger akan hadir sebagai pengiring ritual itu.

Keberadaan dan peran tari lengger ini telah turun-temurun dijaga oleh masyarakat agar tidak punah. Sebab itu, warga membuat wadah bagi tarian ini agar dapat diajarkan pada generasi mudanya melalui kelompok tari bernama Krida Budaya Dieng. Sering kali, kelompok ini membuat pertunjukan di sekitar Dieng dan membuat kami pelan-pelan mengenal setiap anggotanya.

Kami menyebutnya nandur dulur. Sebuah paduan kosa kata dari bahasa Jawa yang berarti menanam persaudaraan. Kemudian, kami praktikkan sehari-hari dengan menjalin komunikasi dengan warga sekitar. Perjalanan ini membawa kami bertemu dengan Wahyu, seorang anggota Kelompok Krida Budaya Dieng.

Wahyu tidak berbeda dari pemuda seumurannya di Dieng. Pada usia yang menginjak 20-an, ia masih bergulat untuk kelanjutan masa depannya sembari mengisi kegiatan sehari-hari dengan membantu orang tua dan berkumpul bersama teman sebayanya. Namun, keberadaannya sebagai anggota termuda di Krida Budaya Dieng merupakan hal yang jarang ditemui di tempat lain.

Di balik latar belakang generik itu, Wahyu adalah seorang anak dari pasangan penari angguk, Pak Sabar dan Ibu Haryati. Sedari kecil, Wahyu sudah sering mengikuti orang tuanya pentas tari ke berbagai daerah. Wahyu kecil diajak terlibat dalam segala proses yang dibutuhkan untuk sebuah pementasan tari angguk. Ini menjadikan, tari tradisi sudah mendarah daging pada diri Wahyu.

Lalu, pada usia sekolah dasar, Wahyu dan beberapa teman sebayanya diajak bergabung sebagai anggota kelompok tari Krida Budaya Dieng oleh Mbah Tadir. Beliau adalah seorang pemangku adat di Desa Dieng Wetan yang juga membentuk kelompok tari ini. Di dalam kelompok tari ini, generasi muda diajarkan gerakan-gerakan dasar tari lengger. Selain itu, diajarkan pula cara menabuh gamelan dan menata panggung serta dekorasinya untuk kebutuhan setiap pertunjukan.

Tidak ada aturan khusus dalam kelompok ini. Setiap anggota mendapat kesempatan untuk menjadi penari, penabuh gamelan, dan kru di belakang panggung. Kelompok ini pun senantiasa menjalin kolaborasi dengan kelompok tari lain di sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan setiap pentas yang dilakukan. Berkat bergabung dalam Krida Budaya, bakat yang sudah ada dalam diri Wahyu semakin terasah. Kemampuan menarinya makin luwes. Ia juga makin mahir menabuh gamelan, brawokan, hingga wirasuara.

Keluwesan Wahyu ini juga merupakan poin menarik yang membuat salah satu peserta Residensi Kecil Tani Jiwo, Kamar Kost, menjadikannya narasumber. Selain itu, Wahyu juga mengajak teman-teman Tani Jiwo untuk ikut latihan menari setiap Jumat sore bersama dengan kelompok Krida Budaya Dieng. Ini adalah cara Wahyu mengenalkan tari tradisi pada masyarakat yang lebih luas. Selain itu, Wahyu juga akan sangat senang bercerita tentang tarian beserta komponennya pada siapa pun yang bertanya.

Suatu saat, kala kamu ke Dieng, kamu bisa juga ikut latihan tari tradisi bersama Wahyu. Siapa tahu, tidak hanya latihan menari, tetapi juga bisa berlatih menabuh gamelan. Kereeen!! 

Penulis: Yosi Basuki

Booking on :