Nandur Dulur #8: Mak Yati, Pedagang Legendaris di Terminal Dieng

Usaha kuliner memang menjanjikan. Di tengah gempuran iklan media sosial, masih banyak orang percaya kekuatan pemasaran dari mulut ke mulut. Mungkin istilah inilah yang sesuai untuk setiap dagangan yang ada di Dieng, utamanya kuliner.

Memang tidak sedikit pedagang kuliner yang menjalankan pemasaran melalui kekuatan media sosial yang sedang naik daun era ini. Namun, ada gap yang terjadi antara generasi tua ataupun generasi ‘kurang melek’ teknologi dan generasi modern. Nyatanya, kedua generasi yang memiliki cara berdagang yang sangat jauh berbeda ini dapat hidup bersama. Bahkan, takjarang kekuatan media sosial secara tidak langsung membawa orang baru ke tempat-tempat makan konvensional.

Kami menyebutnya nandur dulur. Sebuah paduan kosa kata dari bahasa Jawa yang berarti menanam persaudaraan. Kemudian, kami praktikkan sehari-hari dengan menjalin komunikasi dengan warga sekitar. Perjalanan ini membawa kami bertemu dengan Mak Yati, salah seorang pedagang makanan di kawasan Dieng.

Mak Yati merupakan pribadi yang ceria dan murah senyum. Ia akan menyambut siapa pun yang datang dengan hangat dan sapaan khas ibu pada anaknya. Begitulah yang kami rasakan kala berkunjung ke warung beliau. Meski ramah dan lembut, ia memiliki ketegasan, utamanya tentang bagaimana ia mempertahankan lokasi warungnya yang takpernah beranjak dari Terminal Dieng sejak tahun 80-an.

Menu yang ia tawarkan takjauh berbeda dengan hampir sebagian besar warung makan di Dieng. Mulai dari sayur buncis, olahan daging ayam, soto, hingga olahan sayur bersantan lain. Harga yang ia patok untuk setiap makanan boleh dibilang tidak ada bedanya dengan warung lain. Namun, Warung Makan Mak Yati selalu menjadi favorit wisatawan dan pelanggan katering. Hampir setiap kali kami mengunjungi warungnya, ia selalu disibukkan dengan pesanan yang berpuluh-puluh porsi jumlahnya.

Ruang sepetak di lantai atas ruko Terminal Dieng disulapnya menjadi area makan pengunjung dan disekat sedikit untuk dapur. Jika sedang ada pesanan katering, beberapa meja makan pengunjung dekat dinding ia jadikan area penataan pesanan.

Terminal Dieng sempat direnovasi pada tahun 2019 lalu. Ini menyebabkan belasan pedagang di sekitarnya terdampak dan harus rela berpindah lokasi. Namun, Mak Yati bersikukuh mempertahankan warungnya meski sempat diancam digusur. Ini adalah caranya mempertahankan pelanggan yang kerap mendatanginya. Beruntung, selesai renovasi terminal, Mak Yati mendapatkan tempat yang lebih luas dari ukuran kios sebelumnya. Lalu, setelah kembali menjalankan warung seperti biasanya, Mak Yati juga memajang beberapa oleh-oleh Dieng di sebuah etalase di dalam warungnya. Etalase tersebut sengaja ditaruh dekat area makan pengunjung agar mudah dilihat oleh siapa pun yang datang.

Mak Yati tinggal takjauh dari warungnya. Semenjak ia masih muda, ia memutuskan untuk berjualan makanan di lokasi itu. Jarak rumah dan warung yang tidak jauh membuatnya mudah untuk mengambil stok yang disimpan di rumah. Pertimbangan tersebut juga masih ia terapkan hingga kini. Oleh karena itu, lokasinya tidak pernah berpindah meskipun sempat ada renovasi terminal yang menjadi tempat transit kendaraan wisatawan ini.

Bisa jadi, ia adalah pedagang kuliner yang ‘menang banyak’. Rumah takjauh dari warung, lokasi warung yang dekat dengan pusat keramaian wisatawan Dieng, dekat juga dengan fasilitas umum, akses transportasi yang mudah, hingga dukungan pelanggan yang menyebarkan ulasan baik tentang warung Mak Yati. Keberuntungan ini rasanya tidak berlebihan atas sikap ramah yang selalu ia berikan pada pelanggan. Oleh karena hal itu pula, kini ia mampu mempekerjakan 2 hingga 3 karyawan yang membantunya melayani pelanggan. Keramahannya yang melekat sejak awal berjualan membuat banyak pelanggan selalu kembali ke warung Mak Yati.

Yah, meskipun gempuran media sosial tidak bisa dihindari, Mak Yati tetap bisa bertahan dengan jualannya yang mengandalkan promosi dari mulut ke mulut. Bahkan, secara otomatis, pelanggannya yang datang akan mempromosikan warung Mak Yati melalui media sosial pribadi masing-masing. Bisa saja, karena hal inilah pelanggan Mak Yati terus bertambah dari tahun ke tahun.

Suatu saat, kala kamu berkunjung ke Dieng, cobain juga, ya, masakan Mak Yati. siapa tahu, kamu tidak hanya disuguhi dengan makanan enak, tetapi juga cerita tentang Dieng dari kacamata Mak Yati. Kami tunggu di Dieng, ya!

Penulis: Yosi Basuki

Booking on :