Nandur Dulur #2: Dwi, Si Anak Kentang

Dieng hidup dan bertahan hingga hari ini karena pertanian dan pariwisata yang berjalan beriringan. Tak sedikit masyarakat Dieng yang memiliki dua pekerjaan di dua bidang ini. Pertanian yang diwariskan turun-temurun dan pariwisata menjadi dua hal yang secara lisan kemampuannya dimiliki oleh para penduduk di sini. Geliat dua sektor ekonomi yang berlawanan ini membawa perjalanan Nandur Dulur kami bertemu Mas Dwi. Ia adalah seorang anak petani yang memiliki lisensi senior pemandu wisata.

Kami menyebutnya nandur dulur. Sebuah paduan kosa kata dari bahasa Jawa yang berarti menanam persaudaraan. Kemudian, kami praktikkan sehari-hari dengan menjalin komunikasi dengan warga sekitar. Pertemuan kami dengan Mas Dwi membuka mata kami bagaimana pertanian dan pariwisata dapat berjalan serasi tanpa perlu melukai satu sama lain.

Dwiyono, nama lengkapnya, adalah penduduk Dieng yang belum lama berada di sini. Ia beserta orang tuanya berasal dari Wonosobo. Aktivitas orang tua Mas Dwi sebagai petani kentang membuat ia memahami betul teknik pertanian sejak belum genap lulus sekolah. Memiliki saudara-saudara yang juga petani kentang di Dieng membuatnya dapat melihat persamaan tentang bagaimana mereka merawat tanaman komoditi ini. Ia ingat betul bagaimana hasil penjualan kentang dapat membantunya dalam menyelesaikan studi. Sebagai bentuk bakti terhadap orang tua, ia pun meneruskan pekerjaan bertani kentang. Meskipun bermimpi ingin melakukan hal lain di luar bertani kentang, pekerjaan ini adalah yang paling ia kuasai. Berkeliling pasar dan menjajakan hasil panennya juga merupakan kegiatan lain yang akan dilakukan Mas Dwi selain bergelut di ladang.

Kemampuan negosiasinya pun semakin meningkat. Ia dapat mempromosikan hasil panen miliknya dan saudara-saudaranya hingga mendapatkan permintaan tinggi di pasar. Suatu kali, ia melihat pakdenya yang juga seorang pemandu wisata senior mempromosikan wisata Sikunir untuk pertama kalinya. Kala itu, ia masih berstatus sebagai pelajar SMA. Ketertarikannya mengetahui tempat wisata baru tersebut membuatnya turut dalam beberapa perjalanan mengantar tamu bersama pakde. Seiring dengan intensitas mengantar tamu, ia pun terpikir untuk mengikuti jejak pakde sebagai pemandu wisata sejak 2005 dan menetap di Dieng. Cerita Mas Dwi tentang objek wisata di Dieng dan bagaimana ia memberikan quality time pada tamu yang dibawanya membuat banyak orang ingin sekali dipandu olehnya.

Pada tahun 2008, ia mendapatkan lisensi pemandu wisata. Tidak hanya wisatawan lokal saja, tetapi juga wisatawan mancanegara pun merasa puas dengan pelayanan dan cerita yang diberikan Mas Dwi. Kemampuannya menjalin komunikasi dengan baik pada siapa pun membuatnya dikenal di Dieng. Selain itu, Mas Dwi dikenal sebagai orang yang rendah hati oleh teman-temannya. Meskipun belajar bahasa Inggris secara autodidak, kemampuannya ini berhasil menambah lingkar pertemanan yang cukup luas. Kalau sekarang, tentu saja ia sudah lebih fasih berbicara bahasa Inggris.

Lalu, di kisaran tahun 2019, Mas Dwi membuka penginapannya sendiri yang dinamakan Aman Griyo Farmhouse. Konsep vila di tengah ladang kentang ini sengaja dibuat dengan memadukan arsitektur modern dengan keindahan lanskap pertanian kentang di sekitarnya. Salah satu amenities di penginapan ini adalah layangan yang disediakan saat musim kemarau datang. Ini menjadi atraksi lain yang mungkin tidak akan kamu temukan di penginapan mana pun. Mas Dwi merasa perlu memperkenalkan permainan tradisional ini pada tamunya agar kenangan masa kecil dapat diulang kembali di sini. 

Tak berakhir sampai di situ, Mas Dwi kembali membuat sebuah tempat nongkrong yang ia beri nama Aman Locavore. Sebuah kafe kecil yang menyajikan kehangatan di tengah dinginnya Dieng. Tempatnya sedikit berjarak dengan lokasi penginapan. Aman Locavore lebih dekat dengan jalan utama Dieng dan menjadi tempat yang dituju oleh teman-teman Mas Dwi ketika ingin bertemu dengannya. Di tempat ini, Mas Dwi menyajikan variasi menu kentang yang ia peroleh dari hasil panen sendiri dan keluarganya. Ini adalah salah satu cara lain Mas Dwi memperkenalkan cita rasa kentang Dieng kepada pengunjung yang belum pernah merasakannya.

“Saya pikir, gimana mereka (wisatawan) mau beli kalo merasakannya saja belum,” ujar Mas Dwi tentang alasannya menyajikan variasi menu kentang di kafe. Ini juga cara Mas Dwi melawan isu impor kentang yang sempat marak di Dieng. Sayangnya, isu tersebut berdampak pada keengganan wisatawan membeli kentang di sini. Untung saja isu tersebut segera mereda. Penjualan kentang hasil panen Mas Dwi dan keluarganya kembali normal hingga kini.

Selain bertani kentang dan mengurus penginapan serta kafenya, Mas Dwi juga sangat aktif di kegiatan pemuda desa. Ia dinobatkan sebagai ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Dieng Wetan pada tahun 2022 lalu. Semangatnya bersosial ditularkan dengan melibatkan pemuda-pemuda desa untuk banyak menjalankan kegiatan rutin. Pertemuan reguler seperti pengajian, latihan lengger, rapat mingguan pengurus pokdarwis, rapat mingguan pengurus karang taruna juga menjadi rutinitas Mas Dwi. Sepertinya ia tidak mengenal lelah. Kegiatan-kegiatan ini diakui menjadi semacam obat baginya. Bahkan di akhir tahun 2022 lalu, ia terlibat dalam aksi bersih lingkungan bersama Dieng Bersih sebagai upayanya menjaga lingkungan Dieng bersama para pemuda.

Bertemu dengan Mas Dwi tidak hanya membuka mata kami pada cerita-cerita tentang Dieng. Darinya, kami pun belajar tentang keseimbangan berkegiatan sosial dengan bekerja. Semuanya saling membutuhkan dan bisa jadi, kita adalah jalannya. Kamu pun bisa bertemu Mas Dwi ketika berkunjung ke Dieng, lho. Sembari mendengar ceritanya sekaligus cicip-cicip olahan kentang di Aman Locavore. Mantaaapp!

Booking on :