Nandur Dulur #3: Mas Bob dan Mimpi-Mimpinya untuk Dieng

Bulan November menjadi waktu yang spesial bagi kami.

Pada bulan ini, ayah kami, yang kerap membawa kejutan-kejutan baru, berulang tahun. Kami banyak belajar darinya. Kami juga tak luput dididik dengan baik olehnya.

Rasanya, tak adil jika kami tidak memperkenalkan beliau kepada kamu melalui Nandur Dulur ini. 

Mungkin kamu bisa menemukan namanya di situs web kami. Bob Maulana atau biasa dikenal dengan Bob Singadikrama. Usianya belum genap 40 tahun, tetapi sudah mampu memberikan jalan penyambung hidup bagi banyak orang. Tidak hanya mengepalai Tani Jiwo saja, beberapa perusahaan, seperti Titip Jepang, Dieng Travel, Dieng Bersih, dan Yayasan Desa Akar Karsa juga dinaungi olehnya. Ia mengajarkan sistem kerja profesional dan kekeluargaan yang membuat siapa pun merasa nyaman menjalankan tugasnya.

Mas Bob, panggilan akrabnya, adalah seorang visioner yang begitu beruntung. Kami menyebutnya begitu karena ia selalu bertemu dengan orang-orang yang membantu mewujudkan mimpinya. Obrolan terkait mimpi selalu terlontar hampir setiap saat bersamanya. Semasa sekolahnya, ia sempat aktif berkegiatan di komunitas film dokumenter. Melihat perubahan industri yang terjadi di sekitarnya, ia ingin sekali memiliki lahan yang luas untuk dijadikan hutan. Mimpi ini pun didukung oleh istrinya, Nathania Tifara Sjarief. Kemudian, mereka membuat sebuah skema perjalanan yang memungkinkan mimpi ini terwujud.

Tani Jiwo adalah salah satu jalannya. Sekalipun berbentuk hostel, Mas Bob merancang tempat komunal ini lebih ramah lingkungan. Dimulai dengan perabot yang memiliki umur pakai lama hingga usaha untuk memilah sampah sebelum dibawa oleh petugas. Baginya, menjaga lingkungan dari tempat sendiri adalah hal sederhana untuk mewujudkan hutan. Usaha memilah sampah dan menjaga lingkungan pun terus ia kembangkan bersama Dieng Bersih.

Pada suatu sore, ia pernah berdiskusi dengan beberapa juniornya di bidang perfilman. Geliat seniman di kota-kota kecil tidak memiliki wadahnya sehingga harus mendompleng instansi lain agar dikenal. Gerakan-gerakan kecil dari mahasiswa yang pulang kampung dihentikan oleh paradigma masyarakat yang merasa tidak butuh. Mas Bob pun menanggapi isu itu dengan memberikan wadah kecil yang bisa dimanfaatkan untuk kelangsungan gerakan akar rumput ini. Terwujudnya program residensi, kelas srawung, kelas menulis, dan kelas-kelas lainnya di Tani Jiwo juga berkat andil Mas Bob. Cara ini adalah bentuk partisipasinya terhadap gerakan kecil yang dihentikan tersebut.

Berawal dari nilai dasar Tani Jiwo yang dikenal dengan sebutan nandur dulur, atau dalam bahasa Indonesia berarti menanam persaudaraan, ia memberi tantangan pada salah satu rekan kerjanya untuk mengumpulkan orang-orang dengan potensi ilmu untuk dibagikan. Rekan kerjanya pun melakukan hal tersebut dan memberi nama perkumpulannya dengan sebutan kelas srawung. Kelas ini mewadahi orang-orang sekitar Dieng untuk belajar beberapa bidang ilmu seperti fotografi, racik minuman & jamu, hingga mengenal tanaman obat di sekitar rumah.

Setelah sempat terhenti setahun kala pandemi, kelas srawung memperdalam materi yang dibawa dengan mengajak pemuda sekitar Dieng untuk menulis buku. Dengan mengajak dua penulis dari Jogja sebagai mentor, kelas ini diikuti 9 pemuda pemudi selama setengah tahun sebelum akhirnya menghasilkan buku Dieng: Sebelum Matahari Terbit.

Tak berhenti sampai situ saja, kedekatan para penulis tersebut diarahkan Mas Bob untuk membentuk komunitas dengan nama Dieng Bersih. Beranggotakan 4 orang, komunitas ini fokus bergerak menanggulangi sampah di sekitar Kejajar dan Dieng agar tidak menyumbat aliran sungai. Sejak dibentuknya hingga tahun 2023 ini, komunitas Dieng Bersih sudah melakukan 6 kali aksi clean-up sungai sekitar Wonosobo-Dieng bekerja sama dengan berbagai komunitas lainnya. Aksi ini mendapat sejumlah besar apresiasi positif dari masyarakat, dibuktikan dengan banyaknya lembaga dan komunitas lain yang mengagendakan kerjasama hingga tahun depan.

Selain itu, Mas Bob juga mendukung keresahan saudaranya yang merasa nilai kesenian dan budaya di Dieng belum cukup terwadahi. Di tahun 2022, Mas Bob bersama saudara dan rekan kerjanya membentuk program residensi. Program ini mewadahi para seniman Indonesia menginterpretasikan Dieng melalui pengamatan personal selama kurang lebih satu bulan.

Setelah setahun program berjalan, kemudian dibuatlah pameran di Tani Jiwo untuk mempresentasikan hasil penelitian dari para seniman ini. Pameran berlangsung sejak 27 Januari hingga 25 Februari 2023. Sebagai tindak lanjut dari program residensi ini, Mas Bob membentuk yayasan yang diberi nama Desa Akar Karsa untuk mewadahi para seniman Indonesia berkarya. Yayasan ini kemudian mengambil alih kepengurusan dari program kelas menulis dan program residensi agar dapat dilanjutkan secara mendalam.

Sekalipun terus mengusahakan yang terbaik, bukan berarti ia tidak mengalami sandungan-sandungan selama perjalanannya. Pandemi kala itu juga berdampak besar bagi usahanya. Ia harus rela merampingkan staf dari beberapa perusahaan yang dimiliki hingga mencari cara-cara baru untuk tetap menghidupi timnya. Dengan jumlah staf yang tidak banyak, ia dituntut agar bisa mengembalikan laju normal dari setiap perusahaan.

Beruntungnya, ia ditemani oleh orang-orang yang setia dan mengerti visi misinya. Meskipun sempat terancam tutup, dua tahun setelah pandemi, ia berhasil mempertahankan perusahaan-perusahaan tersebut dan dapat berjalan seperti sedia kala.

Kegigihan dan mawas diri tersebut ditanamkan betul oleh Mas Bob pada para rekan kerjanya. Sekalipun kami berada di lingkungan yang begitu nyaman, bukan berarti tidak perlu waspada akan hal-hal buruk yang bisa saja terjadi. Waspada akan bahaya atau ancaman, mengikuti pola tren terbaru, menyesuaikan diri dengan tren tersebut, dan membuat pernyataan atas jati diri untuk tetap bertahan bukanlah hal yang mudah. Namun, rasa percaya yang ia berikan membuat kami meyakini rintangan yang datang dapat dihadapi bersama.

Jika suatu saat kamu berkesempatan bertemu dengan Mas Bob, bisa jadi, ia adalah orang yang tepat untuk kamu ajak diskusi tentang apapun. Mungkin saja, kamu akan mendapatkan sudut pandang baru yang bisa memperluas wawasan. Ah, mantaaap!

Penulis: Yosi Basuki

Booking on :