Kenapa Dieng Tidak Masuk Daerah Khusus?

Jika selama ini kamu hanya mengetahui Dieng dibagi dalam dua kabupaten saja, berarti kamu belum update wawasan.

Dieng selalu dikenal oleh masyarakat luas sebagai dataran tinggi yang memiliki miliaran keunikan. Wilayah yang berada di tengah Pulau Jawa ini memang memiliki banyak keunikan tersendiri. Sebab itu, wisatawan seolah tak pernah bosan datang ke Dieng untuk menikmati apa saja yang ada. Mulai dari wisata sejarah melalui candi dan museum, wisata alam, wisata pertanian hingga bersambang ke rumah-rumah penduduk. Tentu, dibarengi juga sensasi menginap di wilayah bersuhu 10-12 derajat Celsius ini. 

Potensi-potensi yang ada di Dieng ini juga menjadi salah satu alasan dibentuknya kelas menulis di Tani Jiwo pada tahun 2021 silam. Semenjak proses kelas menulis pertama, kami menemui puluhan fakta menarik tentang Dieng. Salah satunya adalah pembagian wilayah Dieng yang ternyata tidak hanya dua kabupaten, melainkan enam!

Dirangkum dari buku Rajah Merah di Ladang Kentang: Pertaruhan dan Pembentukan Relasi Kapitalis di Pegunungan (2019) karya Hery Santoso dan peta wilayah Dieng karya Auzaie Ihza Mahendra, kami melakukan penelusuran wilayah hingga Kabupaten Pekalongan. Kira-kira, di situlah kami mengetahui luasan wilayah Dieng yang selama ini jarang mendapat sorotan.

“Dieng gak cuma sebesar Kejajar sampe Batur aja, Mas,” kira-kira begitulah kata salah seorang teman kami di sekitar Curug Bajing.

Dieng meliputi wilayah di enam kabupaten

Jika kamu melihat peta karya Auzaie Ihza Mahendra, wilayah Dieng tidak hanya sekitar Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara saja. Wilayah Kabupaten Wonosobo yang masuk Dieng adalah Kecamatan Kejajar, sebagian wilayah di Kecamatan Garung, bagian utara Kecamatan Watumalang, dan dua desa di Kecamatan Mojotengah. Sedangkan, wilayah Kabupaten Banjarnegara yang masuk Dieng di antaranya Kecamatan Batur, Kecamatan Pejawaran, Kecamatan Wanayasa, dan sebagian wilayah dari Kecamatan Kalibening. Wilayah-wilayah ini adalah wilayah vital objek wisata di Dieng. Tentu saja, sebagian besar penduduknya sudah terbiasa dengan kehadiran rombongan kendaraan plat luar kota lalu lalang di sekitar sana. Maka, takheran di wilayah-wilayah ini akan mudah ditemukan penginapan-penginapan berderet di sepanjang jalan. 

Yang jarang diketahui masyarakat umum, wilayah Dieng lainnya ada di Kabupaten Pekalongan meliputi wilayah Kecamatan Petungkriyono. Wilayah Dieng lainnya berada di Kabupaten Temanggung mencakup Kecamatan Wonoboyo dan Kecamatan Tretep. Lalu, ada juga wilayah Dieng yang masuk Kabupaten Batang, yaitu Kecamatan Bawang, Kecamatan Blado, bagian selatan Kecamatan Reban, area dataran tinggi di Kecamatan Bandar, dan bagian selatan Kecamatan Wonotunggal. Selain itu, ada juga wilayah Dieng yang masuk Kabupaten Kendal. Wilayah tersebut mencakup bagian selatan Kecamatan Plantungan, sisi selatan Kecamatan Patean, dan setengah wilayah Kecamatan Sukorejo.

Wilayah Dieng memiliki potensi alam luar biasa

Jika kamu membuka peta, wilayah-wilayah yang termasuk dalam gugusan Dieng ini seluruhnya berada di ketinggian 1.400–2.000 mdpl. Tentu, dengan ketinggian ini akan membuat suhu di sekitarnya kurang lebih 10–15 derajat Celsius.

Di dataran dengan karakter udara dan kontur tanah seperti ini, memungkinkan pohon-pohon besar tumbuh subur. Maka, akan sangat mudah menemukan hutan lindung di wilayah ini.

Salah satu contohnya adalah Dusun Kenjuran di bagian barat daya Kabupaten Kendal. Di dusun ini, terdapat titik pendakian menuju Gunung Prau. Namun, warga sekitar sangat selektif dengan orang-orang yang diizinkan mendaki melalui jalur ini. Hal ini karena trek pendakian yang cukup jauh disertai rimbunnya hutan sepanjang perjalanan. Di dalam hutan, terdapat satwa liar yang dilindungi seperti harimau, burung, hingga babi hutan. Maka, seorang polisi hutan yang beroperasi di wilayah ini akan mendampingi pendaki yang diizinkan selama perjalanan menuju puncak Gunung Prau.

Contoh lainnya, di wilayah Petungkriyono terdapat penangkaran owa Jawa. Disebutkan bahwa di wilayah ini merupakan habitat asli owa Jawa. Sekalipun tempat ini dibuka untuk umum, pihak pengelola juga cukup selektif dengan siapa saja yang diizinkan berkunjung, serta barang bawaan yang diperbolehkan.

Lalu, di bagian utara Tol Kahyangan Sigemplong juga terdapat hutan lindung yang masih menjadi habitat anjing liar dan harimau. Sekalipun area hutan ini sudah dibuka untuk jalan alternatif ke Dieng, tetapi tidak disarankan melewati jalanan ini pada malam hari. Ini karena aktivitas satwa liar yang ada di sana mulai bergeliat pada malam hari. Area jalan alternatif ini pun minim penerangan, yang sengaja tidak dipasang agar tidak mengganggu satwa liar di sekitarnya.

Lain halnya di wilayah Dieng yang masuk Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo. Kesuburan tanah di sini membuat warga bertani kentang dan jenis sayur mayur lainnya dengan hasil panen terbaik serta melimpah sepanjang tahun. Apalagi, keberlimpahan panas bumi di wilayah ini membuat salah satu perusahaan BUMN mendirikan pusat kantornya di Dieng. Ini juga salah satu cara menanggulangi bahaya panas bumi yang terpendam, agar masyarakat di sekitar Dieng dapat melanjutkan hidup tanpa terkena bencana alam yang hebat dampaknya.

Di seluruh wilayah ini pula, kamu bisa menemukan anak berambut gimbal yang memerlukan ritual khusus untuk memotong rambutnya. Hampir di setiap desa memiliki pemangku adat yang akan memimpin ritual pemotongan rambut gimbal tersebut, baik secara besar-besaran seperti Dieng Culture Festival maupun secara hajatan kecil di rumah-rumah warga.

Kenapa bukan daerah khusus atau daerah istimewa?

Di dalam Undang-Undang Dasar Negara republik Indonesia tahun 1945, terdapat pasal yang menjelaskan tentang pembagian wilayah administratif khusus di Indonesia. Melansir isi undang-undang ini,

“Daerah khusus adalah daerah yang diberikan otonomi khusus, yaitu otonomi daerah dengan suatu kekhususan yang tidak dimiliki oleh daerah-daerah lainnya. Otonomi khusus tersebut terkait dengan kenyataan dan kebutuhan politik yang karena posisi dan keadaannya mengharuskan suatu daerah diberikan status khusus yang tidak bisa disamakan dengan daerah lainnya.”

Dan,

Daerah istimewa adalah daerah dengan penyelenggaraan tata kelola daerah yang bersifat istimewa bila dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya. Keistimewaan daerah tersebut terkait dengan hak asal usul dan kesejarahan daerah tersebut sejak sebelum lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Rasanya penjelasan dari undang-undang tersebut sudah cukup menjelaskan syarat sebuah daerah yang bersifat khusus atau istimewa. Saat ini, Indonesia memiliki lima wilayah dengan sebutan daerah istimewa ataupun daerah khusus.

Lantas, pembagian wilayah administratif tersebut sepertinya bisa juga berlaku untuk Dieng. Terkait asal-usul, Dieng memiliki anak rambut gimbal sejak awal peradabannya. Lalu, Dieng juga sudah cukup terkenal dengan banyaknya candi dan masa kejayaan pemimpin yang membangun candi tersebut. Menyoal candi, masih banyak reruntuhan candi di sekitar bukit dan hutan di Dieng yang belum diidentifikasi sepenuhnya. Bisa dikatakan, puing-puing candi ini juga sebagai bukti pemerintahan yang pernah berlangsung di Dieng.

Secara otonom, yang berlaku lisan, siapa pun yang hendak mendirikan bangunan di Dieng harus memiliki kartu identitas sebagai warga Dieng asli. Mungkin ini baru didengar oleh wisatawan atau orang baru di Dieng. Namun, aturan semacam ini sudah berlaku cukup lama. Takheran, akan sulit sekali menemukan warga pendatang yang menetap di Dieng. Jika ada pun, pasangannya merupakan warga asli Dieng, atau ia adalah salah satu perantau yang bekerja di Dieng dalam kurun waktu tertentu. Atau, ia hanya seorang wisatawan biasa.

Andai Dieng adalah daerah khusus atau daerah istimewa

Kalau boleh sedikit berkhayal, menyandang nama Daerah Khusus Dieng atau Daerah Istimewa Dieng, terkesan sangat spesial. Tentu, hal ini juga akan mempengaruhi berbagai kebijakan dan pembagian wilayah pemerintahan.

Andai kata Dieng adalah daerah khusus, bisa saja wilayah Batur atau wilayah Desa Kepakisan adalah area pemerintah. Mulai dari gedung dinas pariwisata, dinas perekonomian, dinas perizinan, dan dinas pertanian akan ada di sekitar sini. Kami rasa, gedung dinas pariwisata dan dinas pertanian akan menjadi gedung paling megah, karena besaran kontribusinya.

Lalu, akan lebih sedikit konflik wilayah yang selama ini terjadi akibat belum jelasnya pembagian wilayah kabupaten di sekitar Dieng. Dengan begitu, tidak perlu ada lagi ‘lempar-lemparan’ tanggung jawab. Tidak ada pula istilah “wong Wonosobo, wong Banjar, wong Dieng coret” di antara warga Dieng. Yang ada hanya “wong Dieng”.

Dan, tentu saja, tidak ada lagi rebutan loket wisata. Karena hal ini, wisatawan dipaksa membayar tiket dua kali untuk Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo. Kalau sudah begini kan wisatawan kapok datang lagi ke Dieng!

Atau setidaknya, Dieng menjadi satu kabupaten sendiri di luar naungan enam kabupaten saat ini. Mungkin, itu bisa lebih memudahkan warga Dieng yang mengurus administrasi tanpa harus memakan waktu berjam-jam perjalanan dan berjam-jam mengantre.

Ya, ini baru berandai-andai saja. Kalau kemudian terjadi, semoga saja wilayah istimewa ini mengakomodir kebutuhan warganya yang selama ini kesulitan mengurus administrasi. Semoga saja….

Booking on :